Senin, 17 September 2012

Tentang Sekolah itu Candu

“Sekolah itu candu”, pernah di Tulis oleh Roem Topatimasang, menurut beritanya buku itu pernah di larang beredar di Orde baru, konon isinya mampu merobah cara pandang seseorang tentang dunia pendidikan, benar atau tidak hanya pembaca yang bisa menilai sendiri, sungguhpun begitu buku itu layak untuk kita jadikan sebagai renungan, masih pantaskah sekolah mengakui dirinya sebagai peran tunggal dalam mencerdaskan manusia, demikian pembukaan dari buku yang di tulis oleh bapak Roem Topatimasang itu, saya sendiri pernah membaca buku itu. kesenjangan sosial yang terjadi di kala itu membuat Roem tergugah untuk menyapa masyarakat, tokoh pendidikan dan penguasa itu sendiri.

sepertinya perlu kita memilah pengertian sekolah dan aksi dari makna kata sekolah. Tidak mudah memang mendidik orang, pemuaian makna sekolah dari Tipologinya membuat semua negara di atas Bumi ini perlu mengatur orang-orang yang pantas Pintar dengan selembar kertas ijazah keluaran sekolah. Lembar ijazah seperti kertas mantra yang siap digunakan untuk mengusir kebodohan dan kemiskinan. Dahulunya orang-orang Yunani menggunakan waktu luang mereka pergi ke tempat siapa saja yang di anggap cerdas di masa itu, dari SKHOLE (waktu luang) takdir dan alam semesta merubahnya menjadi kertas-kertas tebal nan wajib di telan anak-anak dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, siklus terus berlanjut. gaji dari hasil kerja di ukur dari ijazah juga, tak soal apakah ijazah itu berisi nilai-nilai yang jujur atau nilai hasil contekan.

Pada masyarakat kita sendiri, beragam pandang ditukilkan orang tua tentang apa itu sekolah, mulai dari “agar anaknya pintar, dapat kerja di kantor, dapat jodoh yang pintar, dan lain sebagainya”, Umpan balik dari proses sekolah tentu saja tidak sepenuhnya lancar, sebanyak yang pintar sebanyak itu pula yang bodoh, “lah gimana maksudnya ini!!”, proses metamerfosa “SKHOLE” mengharuskan ada anak yang pintar dan ada anak yang bodoh, seperti kelas unggul misalnya. “gimana toh mas!! Kan udah di sekolahin kok masih BODOH juga”, seperti Sunnatullah alam semesta berpasang-pasangan, pintar-bodoh!

Tidak adil juga kiranya kesalahan mendidik itu di voniskan untuk para Guru (semoga Allah memberkatimu Guruku), perbanyaklah berkaca seperti apa cara yang di pakai dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan dan perbuatan. Dalam menetapkan masalah ujian saja kita kerepotan, masalah sumberdaya yang di perlukan demi menunjang lancarnya proses belajar-mengajar itu sendiri, belum lagi termasuk gaji Guru.

Akhir-akhir ini ada penambahan kosakata baru “sertifikasi”, Guru sertifikasi, “hah!! ada Strata pula ternyata untuk membuat seseorang cerdas!

Orang tua yang menyerahkan anak-anak mereka ke sekolah sebenarnya beragam motivasinya, terlepas dari motivasi apapun itu, menurut saya orang tua kunci utama cerdas atau bodohnya seorang anak, bahkan cacat genetika pada anak belumlah bisa kita stratakan dia di kelas Bodoh, pengetahuan manusia masih terbatas untuk menghakimi isi otak seseorang, menurut saya pak Roem menyapa kita semua agar memandang sekolah yang pada hakikatnya mendidik, dengan makna yang lebih santun menurut sifat alamiah kita sebagai manusia yang di-Beri Akal, memanusiakan manusia. Tak ada sesungguhnya batas seseorang untuk tidak mendapat kesempatan mencari sesuatu yang ingin dia ketahui dengan fasilitas yang baik, sepanjang dia masih bernafas selama dia masih punya keinginan, kesombongan KURIKULUM telah menyembelih mimpi putra-putri pertiwi, sebab waktu lebih banyak di sita oleh sinetron KBK, sila dan pasal, wajarlah mereka miskin dari cara menanam benih budi pekerti, mungkin sebab itu pula sehingganya UAN menjelma menjadi HANTU baru.

Kita tiada akan runut itu satu persatu, bercermin lalu membenahi dandanan semestinya akan meminimalisir resiko kebodohan itu. Terhadap pak Roem Topatimasang sendiri jujur saya nyatakan sekolah itu tidak candu, kebodohan kita yang telah men-Dewa-kan sekolah, membuat sekolah itu menjadi candu. hampir di setiap negeri terdapat orang-orang cerdas yang boleh kita bawakan sebungkus kopi segenggam gula di waktu luangnya, untuk kita teguk kepandaiannya lalu menjadikannya ilmu baru, bedanya dengan sekolah jelas disitu tidak ada UAN yang telah menjelma menjadi HANTU, fasilitas perbaikan untuk setiap mata pelajaran berlaku seumur hidup, tanpa dikekang limit semester. sekolah juga tempat anak-anak bermain, berlari berkejaran menangis dan tertawa, sekolah juga tempat pembuangan anak-anak yang dianggap nakal oleh orang tuanya, jelas tidak ada candu disini!


0 comments:

Posting Komentar